Jaga Inflasi Lewat Aturan Harga Beras, Pemerintah Harus Perhatikan Petani! Oleh: Trio Hamdani, Rabu 27 September 2017, 11:33 WIB JAKARTA - Menteri Perdagangan o
Ekonomi
Fawwazihza642
Pertanyaan
Jaga Inflasi Lewat Aturan Harga Beras, Pemerintah Harus Perhatikan Petani!
Oleh: Trio Hamdani, Rabu 27 September 2017, 11:33 WIB
JAKARTA - Menteri Perdagangan optimis adanya ketetapan Harga Eceran Tertinggi
(HET) Beras yang sudah berlangsung sejak 1 September 2017 mampu menjaga inflasi. Hanya saja,
ekonom berpendapat tolok ukur keberhasilan HET tak hanya berasal dari situ.
Ekonom CORE Mohammad Faisal mengamini bahwa ketetapan harga beras yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 ini bisa menekan lonjakan inflasi
lantaran daya beli masyarakat tak tergerus harga beras.
Akan tetapi, dia menyatakan bahwa selain daya beli masyarakat khususnya terhadap
komoditas beras, keberadaan produsen juga perlu diperhatikan. Adanya penerapan HET tentunya
berdampak terhadap kondisi produsen beras.
"Ukuran sukses (penerapan HET) itu kan bukan cuma dilihat dari sisi konsumen tapi juga
dari sisi produsen. Jadi misalkan di konsumen harganya turun tapi berdampak menurunnya harga
beli di tingkat petani, ini justru merugikan produsen," kata dia ketika dihubungi Okezone di
Jakarta.
Menurutnya, penerapan batas atas harga beras bisa dikatakan sukses apabila konsumen dan
produsen sama-sama diuntungkan. Jika HET bisa menjaga harga beras tetap rendah dan menekan
inflasi, tapi di tingkat produsen merugi, itu belum bisa disebut berhasil.
"Harus imbang, karena kalau harga di konsumen murah tapi harga beli di petani terlalu
rendah malah bisa menjadi disinsentif bagi petani untuk berproduksi," jelasnya.
Adapun, harga beras yang diatur berdasarkan HET, yakni untuk beras medium dan beras
premium wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi
ditetapkan sebesar Rp9.450 per kilogram (kg) dan Rp12.800 per kg.
Selanjutnya, untuk wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera sebesar
Rp9.950 per kg dan Rp13.300 per kg sedangkan Papua dan Maluku sebesar Rp10.250 per kg dan
Rp13.600 per kg.
Bagaimana kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras diterapkan dilihat dari analisis permintaan dan penawaran? Apakah ada pihak yang dirugikan atau diuntungkan atas kebijakan tersebut? Buktikan secara grafis.
Oleh: Trio Hamdani, Rabu 27 September 2017, 11:33 WIB
JAKARTA - Menteri Perdagangan optimis adanya ketetapan Harga Eceran Tertinggi
(HET) Beras yang sudah berlangsung sejak 1 September 2017 mampu menjaga inflasi. Hanya saja,
ekonom berpendapat tolok ukur keberhasilan HET tak hanya berasal dari situ.
Ekonom CORE Mohammad Faisal mengamini bahwa ketetapan harga beras yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 ini bisa menekan lonjakan inflasi
lantaran daya beli masyarakat tak tergerus harga beras.
Akan tetapi, dia menyatakan bahwa selain daya beli masyarakat khususnya terhadap
komoditas beras, keberadaan produsen juga perlu diperhatikan. Adanya penerapan HET tentunya
berdampak terhadap kondisi produsen beras.
"Ukuran sukses (penerapan HET) itu kan bukan cuma dilihat dari sisi konsumen tapi juga
dari sisi produsen. Jadi misalkan di konsumen harganya turun tapi berdampak menurunnya harga
beli di tingkat petani, ini justru merugikan produsen," kata dia ketika dihubungi Okezone di
Jakarta.
Menurutnya, penerapan batas atas harga beras bisa dikatakan sukses apabila konsumen dan
produsen sama-sama diuntungkan. Jika HET bisa menjaga harga beras tetap rendah dan menekan
inflasi, tapi di tingkat produsen merugi, itu belum bisa disebut berhasil.
"Harus imbang, karena kalau harga di konsumen murah tapi harga beli di petani terlalu
rendah malah bisa menjadi disinsentif bagi petani untuk berproduksi," jelasnya.
Adapun, harga beras yang diatur berdasarkan HET, yakni untuk beras medium dan beras
premium wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi
ditetapkan sebesar Rp9.450 per kilogram (kg) dan Rp12.800 per kg.
Selanjutnya, untuk wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera sebesar
Rp9.950 per kg dan Rp13.300 per kg sedangkan Papua dan Maluku sebesar Rp10.250 per kg dan
Rp13.600 per kg.
Bagaimana kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras diterapkan dilihat dari analisis permintaan dan penawaran? Apakah ada pihak yang dirugikan atau diuntungkan atas kebijakan tersebut? Buktikan secara grafis.
1 Jawaban
-
1. Jawaban ragilpr
saya aga kurang setujuh sih,ada penjual dan pembeli